
Anggota PR IPM Smamda Surabaya mengunjungi Museum Sonoboyo di Yogyakarta.
Sebanyak 31 pengurus PR IPM SMA Muhammadiyah 2 (Smamda) Surabaya mengikuti kegiatan Upgrading 2025 di Yogyakarta, Kamis (12/6/2025). Salah satu agenda yang paling berkesan dalam kegiatan ini adalah kunjungan ke Museum Sonobudoyo dan eksplorasi Kampung Kauman, yang dikemas dengan konsep edukatif dan menyenangkan.
Museum Sonobudoyo menjadi destinasi awal. Terletak tak jauh dari Malioboro dan Alun-Alun Utara, museum ini dikenal sebagai salah satu ikon budaya Yogyakarta. Museum tersebut memiliki dua gedung utama.
Gedung pertama, yang dikenal sebagai Gedung Thomas Karsten, berbentuk rumah joglo klasik khas Jawa dan menyimpan koleksi artefak dari berbagai zaman—mulai dari arca zaman batu, patung dewa-dewi Hindu-Buddha, wayang, keris kuno, hingga kitab beraksara Jawa dan mesin ketik berhuruf Jawa.
Gedung kedua, bernama Gedung Hasta Brata, tampil lebih modern dengan enam lantai bertema berbeda. Lantai dasar menampilkan replika suasana perjamuan zaman kolonial Belanda dan tandu manten adat Jawa. Lantai dua menampilkan topeng dan busana tari dari berbagai daerah di Indonesia, serta koleksi wayang yang beragam.
Di lantai tiga, pengunjung bisa melihat berbagai jenis keris dan pakaian adat Jawa laki-laki. Lantai empat menampilkan berbagai jenis sarung, baik batik maupun tenun, beserta kegunaannya. Di lantai lima dipaparkan asal-usul kota Yogyakarta dan aksara Jawa (hanacaraka) yang ternyata memiliki kisah tersendiri.

Terakhir, lantai enam menyuguhkan pengalaman virtual reality, salah satunya simulasi jemparingan, seni memanah khas Yogyakarta dengan posisi duduk.
“Kami dipandu oleh tour guide yang menjelaskan berbagai sejarah dan makna di balik artefak yang dipajang. Perpaduan budaya tradisional dengan teknologi modern di museum ini benar-benar mengesankan,” ujar salah satu peserta.
Tari Topeng Panji, VR Jemparingan, Piano Tiles
Salah satu showcase yang paling menarik adalah Tari Topeng Panji yang dipajang di gedung baru. Tarian ritual ini berkembang di pesisir selatan Jawa dan biasanya dibawakan oleh perempuan bertopeng. Satu penari khusus di tengah sering dianggap mewakili kehadiran Nyi Roro Kidul.
Selain itu, pengalaman mencoba VR jemparingan juga tak kalah seru. “Ternyata memanah sambil duduk itu sulit,” kata salah satu peserta.
Ada juga permainan interaktif seperti piano tiles berisi lagu-lagu daerah yang menjadi cara menarik untuk mengenalkan budaya lokal kepada anak-anak.
Setelah tur museum, kegiatan berlanjut dengan tantangan yang tidak kalah seru. Para peserta dibagi menjadi kelompok berisi empat orang, hanya dibekali satu handphone dan sedikit uang. Mereka diberi misi berantai dengan sistem checkpoint—dan hanya bisa melanjutkan perjalanan setelah menghubungi penanggung jawab setiap menyelesaikan satu tugas.
Perjalanan dimulai dari Masjid Gedhe Kauman. Di sana, peserta diarahkan memasuki gang kecil menuju Langgar Kidul, tempat KH Ahmad Dahlan dahulu mengajar murid-muridnya. Tantangan berikutnya adalah “menjemput aspirasi konstituen”—yang ternyata mengharuskan peserta mewawancarai seseorang yang pernah mengalami perubahan besar dalam hidupnya.
Ke Toko Suara Muhammadiyah
Misi berikutnya membawa peserta ke Toko Suara Muhammadiyah, lalu ke SD Muhammadiyah Kauman—sekolah pertama yang didirikan KH Ahmad Dahlan. Destinasi terakhir adalah Titik Nol Kilometer Yogyakarta, sekaligus akhir dari tantangan.
“Saya sangat menikmati acaranya, mulai dari belajar sejarah di Museum Sonobudoyo sampai ‘tersesat’ di Kauman bersama teman-teman,” ujar salah satu peserta. “Meskipun sering ke Jogja, ini kali pertama saya masuk museum ini dan menjelajahi Kauman. Seru, mendidik, dan penuh kenangan.”
Salah satu teman sekelompoknya menambahkan, “Kegiatan hari ini seru banget karena tidak terlalu serius tapi tetap bermanfaat. Kaget waktu dompet dan HP diambil, cuma dikasih satu HP buat kelompok, apalagi HP-nya sekarat baterai. Tapi justru itu yang bikin dekat dan kompak sama teman-teman.”
Dengan kombinasi edukasi budaya dan permainan tantangan, Upgrading 2025 ini meninggalkan kesan mendalam bagi seluruh peserta. Tidak hanya mendapatkan wawasan sejarah dan budaya, mereka juga belajar kerja sama tim dan menghadapi tantangan di luar zona nyaman.
(Aisyah Almira Dewanda/AS)