Smamda – SMA Muhammadiyah 2 Surabaya (Smamda) menyelenggarakan Dialog Pendidikan pada Kamis (22/12/2022). Menghadirkan secara langsung Prof Dr KH M. Din Syamsuddin MA, acara dilaksanakan di Gedung Mas Mansyur, Smamda Tower.
Dengan mengusung tema “Tantangan Pendidikan Muhammadiyah di Era Society 5.0”, dialog pendidikan ini juga dihadiri oleh Dr Arbaiyah Yusuf MA, Dr M. Ridlwan MPd, Drs Ahmad Zaini, para kepala sekolah SD-SMP-SMA Muhammadiyah Surabaya, serta seluruh guru dan karyawan Smamda beserta perwakilan wali murid.
Acara diawali dengan sambutan oleh Kepala SMA Muhammadiyah 2 Surabaya H Astajab SPd MM. “Sangat berbahagia acara ini bisa terlaksana dengan mengundang Prof Din Syamsuddin,” ujarnya mengawali sambutan.
Tak hanya itu, Astajab juga menyampaikan sekilas informasi tentang Smamda. “Perlu kami sampaikan bahwa sekolah ini berdiri sudah cukup lama dan insya Allah menjadi sekolah Muhammadiyah dengan jumlah siswa terbanyak se-Indonesia,” tuturnya.
Ia menambahkan bahwa Smamda juga menjadi salah satu dari 11 sekolah penggerak yang ada di Surabaya.
Sementara itu, Prof Din Syamsuddin merasa sangat bersyukur dan berbahagia bisa hadir di gedung Smamda ini. “Gedung ini cukup mewah. Saya apresiasi juga dengan predikat internasionalnya,” ungkap mantan ketua umum PP Muhammadiyah itu.
“Saya bukan ahli dan pakar yang sangat menguasai, hanya mendengar, membaca, dan menyimak secara kritis. Perspektif yang saya pahami dari perkembangan teknologi adalah adanya tahapan peradaban manusia dalam mengembangkan dan menciptakan teknologi baik 4.0, 5.0, dan seterusnya,” jelasnya.
Menurutnya, era digital seiring bertambahnya zaman memang semakin luar biasa. “Jepang dan Korea cukup kritis. Di Jepang wacananya akan melahirkan manusia robot. Korea ekspor di Kpop, digandrungi di mana-mana. Akar kemajuan teknologi, internet of things, dan lainnya membuat manusia tetap perlu memanfaatkan juga mengendalikan dengan bijak,” tegasnya.
Ia menambahkan, apa pun perkembangan manusia, prestasi manusia adalah bisa mengembangkan ilmu pengetahuan. Di sisi lain, manusia harus mengevaluasi perkembangan itu. “Jangan sampai menghilangkan kemanusiaan kita,” pesannya.
Pesatnya perkembangan teknologi mulai revolusi industri 4.0 yang menjadikan dunia teknologi semakin maju. Namun hal ini pun tetap perlu diwaspadai.
Seperti halnya yang disampaikan oleh Prof Din bahwa ketika manusia bisa menciptakan teknologi seperti halnya mampu menciptakan robot, ada titik kritisnya. Yaitu, manusia bisa melupakan pencipta-Nya hingga munculnya fenomena antroposentrisme.
Menurut Prof Din, untuk menghindari adanya antroposentrisme, perlu pemahaman terhadap teosentrisme. Yakni, keyakinan bahwa Tuhan merupakan aspek utama untuk pengalaman.
Dalam menghadapi adanya perubahan-perubahan yang menuju perkembangan peradaban hendaknya menghindari sikap apriori. “Konsep paradigma, unsur strategi dalam istilah ini perlu kita pahami. Sikap apriori dari adanya pembaharuan justru tidak membawa pada kemajuan. Umat Islam saat ini tengah terjebak dalam sikap apriori yang kemudian tidak mau mendalaminya,” jelas tokoh asal Sumbawa, NTB, tersebut.
Meski Indonesia masih menuju era society 5.0 yang diprediksi tahun 2045 mendatang, kata Din, tetaplah diperlukan adanya kesiapan untuk menghadapi era tersebut seperti halnya menyiapkan masa depan.
“Perlunya agenda setting untuk menghadapi masa depan. Jadi tidak sekadar menghadapi era society 5.0. Ketika menghadapi masa depan, perlu berkeyakinan bahwa masa depan perlu dirancang. Yang perlu disiapkan salah satunya perlunya membentuk ilmuwan-ilmuwan. Perlunya mentalitas, etos, baik itu soft maupun hard attitude (punya daya juang, daya saing, tangguh misalnya). Namun tetap tidak meninggalkan pedoman Al-Quran dan Sunnah,” tutur Prof Din.
Prof Din lantas berpesan untuk sekolah-sekolah Muhammadiyah memiliki lebih besar peran dalam menyikapi adanya perkembangan-perkembangan peradaban, termasuk dalam menyongsong era society 5.0 ini, dengan memastikan adanya keseimbangan antara manusia dan kemanusiaan. Tidak hanya berfokus pada sisi rohani, namun juga jasadnya. (Fibrina Aquatika/Eka Haris Prastiwi/AS)
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.