Ketika Wisutthinan Amnui menginjakkan kaki di Bandara Juanda Surabaya, Sabtu (8/9/2018) sore empat hari lalu, rasa lelah luar biasa dirasakan tubuhnya.
Betapa tidak, gadis Thailand itu pesawatnya delay sehari dan terpaksa tidur di Bandara Sukarno-Hatta Cengkareng. Tidur di tempat asing, tentu tidak bisa nyenyak.
“That was unforgettable experience I have ever had,” ungkap Aom Am, panggilan akrab Wisutthinan. “I had to spent the night at the airport,” kenangnya.
Namun rasa capai itu langsung sirna saat bertemu empat penjemput dari SMA Muhammadiyah 2 Pucang Surabaya yang datang di Bandara Juanda. Mereka dua guru, Mas’ad Fachir dan Tanti Puspitorini. Serta host Sri Wilujeng dan putrinya, Diva Nabilah, siswa kelas 11.
Hatinya lega perjalanannya sudah sampai di tujuan. Karena itu dia merasa rileks di kendaraan sambil mengobrol dan pasrah hendak diantar kemana pun.
Saat tiba di rumah host family yang berlokasi di Babatan Pratama Wiyung, gadis 19 tahun ini, berkali-kali menyampaikan terima kasih dan kegembiraannya karena sambutan hangat dari keluarga barunya. Kamar tidur yang nyaman dan spring bed empuk membuat penatnya hilang.
Aom Am adalah guru tamu dari Thailand yang mengajar di Smamda mulai Rabu (13/9/2018) ini. Dia mengikuti Exchange Participant AIESEC. Tinggal di Surabaya selama 1,5 bulan. Pertengahan November dia pulang.
Saat pertama kali datang ke Smamda pagi tadi, mahasiswi Universitas Ramkhamhaeng ini mendapat sambutan hangat dari para guru dan siswa.
“I am very happy to meet all teachers and students here,” tutur mahasiswi yang suka memasak ini. “They are very friendly,” imbuhnya.
Saat adzan Dhuhur, ia bergegas menuju mushala. Ia mengamati ratusan siswa, guru dan karyawan yang bersegera shalat. Ketika melihat semua jamaah bersujud, ia bertanya pada salah satu guru yang mendampinginya, “Why does moslem pray on the floor?”
Setelah mendapat penjelasan bahwa sujud di lantai adalah tempat merendahkan diri di hadapan Allah, ia pun bertanya berapa kali dalam sehari muslim harus shalat. Ia juga bertanya detail tentang waktu dan nama shalat yang harus dijalankan. Ia menyebutnya satu per satu dengan logat bahasa Thailand.
Selesai shalat, dia maju di hadapan 1.000 siswa untuk memperkenalkan diri. Suara riuh siswa bergema di mushala. “I was very nervous. It’s my first time to speak in front of thousand students, ” ungkapnya.
Mahasiswi Fakultas Hukum ini pagi tadi mengenalkan Bahasa Thailand kepada siswa. Hari berikutnya dia mengajarkan budaya Thailand lainnya. Ia juga ingin mempelajari budaya Indonesia seperti membatik, silat Tapak Suci, tari tradisional, juga bahasa Indonesia. (Tanti Puspitorini)